Angkringan ato kadang disebut Kucingan (ato Sego Kucing) atau bahasa kerennya Warung Koboi adalah warung portable (pake gerobak) yang menyajikan beraneka macam makanan murah yang biasanya beroperasi dari sore hari sampe menjelang fajar di daerah Yogyakarta.
Ketika aku masih tinggal di Jogja (1994-2000), angkringan terkadang menjadi pilihan untuk mengisi perut. Pertimbangannya selain murah, angkringan ini ada di mana-mana. Sebuah RT (Rukun Tetangga - Satuan terkecil (di atas keluarga) dari sebuah kelompok masyarakat, atau kumpulan keluarga yang membentuk sebuah kesatuan sosial masyarakat yang dipimpin oleh Pak RT) bahkan bisa dikatakan bukanlah RT apabila di RT tersebut tidak ada angkringan.
Menu yang disajikan di angkringan sebenarnya monoton. Satu angkringan dengan angkringan yang lain menunya hampir sama. Hal ini dikarenakan penyedianya juga terkadang sama. Pedagang angkringan ini cuman menjualkan saja, gerobak dan seisinya milik juragan angkringan.
Menu-menu yang pasti ada di angkringan adalah sego kucing (nasi yang dibungkus kecil2, dengan diberi add-on yang sedikit) dengan isi (atau add-on) teri, bakmi, sayur tempe, atau yang lainnya (saya lupa variasi isinya). Disebut sego kucing (sego adalah nasi dalam bahasa jawa) karena isinya sangat sedikit, sesedikit apabila orang ngasih makan kucingnya. Sehingga sekali ngangkring, seorang pria dewasa dengan nafsu makan normal bisa habis 4-5 bungkus. Selain sego kucing, terkadang ada sate telur puyuh, ceker ayam goreng, kepala ayam goreng, sate usus, tempe, tahu, dan yang lainnya saya lupa. Di beberapa angkringan saya pernah menemukan adanya aren (darah ayam yang dimasak). Biasanya apabila menemukan adanya aren di angkringan tersebut, saya tidak ke sana lagi.
Di setiap gerobak angkringan, pasti ada kompor arang, yang fungsinya untuk memanaskan air dan menghangatkan makanan tadi. Bisa dimaklumi, karena angkringan ini beroperasi ketika matahari sedang tidak beroperasi, sehingga kopi panas terasa nikmat di tengah dinginnya malam.
Penjual angkringan biasanya mendapatkan untung dari hasil dagangannya. Penjual angkringan tidak mengeluarkan modal, karena barang dagangan dan gerobak adalah hak milik juragan angkringan. Bahkan apabila ada makanan yang tidak laku, si penjual angkringan boleh mengembalikan ke juragan angkringan.
Keuntungan penjual angkringan sangat kecil. Misalnya berdasarkan hasil ngangkring tahun 2000, Aries (penjual angkringan di depan SSC) mengatakan, kalo sego kucing seharga Rp 300,- itu keuntungannya cuman Rp 25,-. Ceker ayam yang harganya Rp 250,- keuntungannya sekitar Rp 25.- juga. Bayangkan kalo dalam sehari penjual angkringan ini hanya mampu menjual 300 item, untung dia cuman Rp 7500,- per hari. Tetapi, biasanya keuntungan terbesar dari penjual angkringan adalah dari minuman. Dia tidak perlu nyetor ke juragan. Jadi, kalo dari minuman dalam sehari dia laku Rp 30.000,-, maka keuntungan dia adalah Rp. 30rb dikurangi modal dia (beli gula, teh, kopi, es batu, dll). Makanya penjual angkringan adalah orang yang senang mengobrol. Dengan mengobrol, dia bisa menahan pelanggannya untuk lebih lama nongkrong di sana. Diharapkan pelanggan akan memesan minuman (dan makanan) lebih banyak.
Angkringan ini adalah trademark jogja. Belakangan di jakarta muncul juga angkringan, dengan harapan dapat mengobati rasa kangen wong jogja yang di jakarta akan angkringan. Tetapi rasanya, suasana angkringan itu lah yang susah didapat di Jakarta.
Anda belom pernah makan di angkringan di jogja? sempatkanlah, dan nikmatilah. Jangan takut dompet anda akan terkuras, karena saya yakin, anda pasti akan kaget ketika membayar.
Monday, April 30, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Ketika aku masih tinggal di Jogja (1994-2000)
kuliah/sekolah dimana mas?
SMP 6 yogyakarta, 94-97
SMA 1 Yogyakarta, 97-2000
Post a Comment